chris john mengatakan rasa salut itu muncul karena Mbah Maridjan memiliki komitmen terhadap tugas yang diembannya. “Dia bersikeras untuk tetap tinggal meski sudah disuruh Sultan untuk turun gunung,” katanya. Hal inilah yang membuat petinju nasional ini menghormati Mbah Maridjan. “Beliau benar-benar bertanggung jawab dengan tugas yang diberikan,”.
Di luar itu, ia menilai Mbah Maridjan punya rasa humor yang tinggi. “Orangnya kocak dan suka melucu, meski terkadang juga bisa serius,” ujar lelaki yang baru saja pulang dari Pert, Australia. Tak hanya itu, Chris juga menanggap Mbah Maridjan sebagai orang yang sederhana. “Ia punya kehormatan,” katanya.
Chris John bercerita memiliki kenangan tak terlupakan dengan sosok yang memiliki dedikasi tinggi ini. “Saya mengenalnya waktu shooting pertama kali di Yogyakarta sekitar empat tahun lalu,” katanya. Saat itu, ia sedang dilakukan pengambilan gambar di lereng gunung merapi.
Meski tak lama, ia sempat mampir ke rumahnya. Sempat terjadi percakapan ringan dengan si Mbah. Hanya saja, pembicaraan tak bisa berjalan akrab karena terkendala bahasa. Si Mbah selalu memakai bahasa Jawa halus, sedangkan Chris hanya mampu berbahasa Jawa seadanya. “Saya jadi takut salah berkomunikasi,” katanya sambil tertawa mengingat kenangan itu.
Pertemuan pun kembali terjadi saat pengambilan gambar di Jakarta. Saat itu, sosok Mbah Maridjan tak banyak bicara. “Kemungkinan karena baru datang dari Yogyakarta, fisiknya masih lelah,” kenangnya. Meskipun demikian, shooting untuk produk jamu di sekitaran Monas berjalan lancar dan menyenangkan.
Sayangnya, Chris mengaku jarang melakukan kontak dengan si Mbah pasca-shooting usai. “Saya terakhir ketemu dia sekitar satu tahun lalu,” katanya. Meski ia sangat ingin mengunjungi sanak keluarga si Mbah di Yogya, tetapi jadwal pertandingan dan latihan harus memaksanya segera kembali ke Australia. “Saya paling 1-2 hari saja di Jakarta,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar